Galeri ke Galeri
Selamat sore,
Hari ini aku akan berbagi kegembiraan beberapa hari lalu saat bertamasya secara indie ke daerah Utara kota Bandung. Minggu lalu tepatnya tanggal 14 Januari 2018, aku dan kawan-kawan (Ipu, Rama dan Rangga) mengunjungi pameran "Remblong- Tabrak Lari" yang di selenggarakan sarang penyamun (@sarang.penyamun378) di Dago Tea House. Disana kami bertemu kawan-kawan luar biasa dari kelompok sarang penyamun yang ternyata datang dari berbagai daerah, diantaranya ada Trio (@triomuharam) sang kurator kebanggaaan masyarakat dan juga bertemu Uye! (@zikry_uye) dan hari itu juga hutang barter karya "Moving Class" Uye aku lunasi. Pada postingan sebelumnya aku cuma bisa menukarkan karya Uye dengan kartu nama, tapi minggu lalu sudah dilunasi dengan si Clara kuda pink berambut kuning yang aku gambar di kain. Setelah mengobrol cukup lama barulah aku tau kalau ternyata sarang penyamun ini basednya di Cimahi juga dan cukup senang sih dengarnya, karena ternyata banyak juga talenta luar biasa di Cimahi. Setelah itu, kami lanjut berkeliling pameran tahunan penyamun yang diselenggarakan untuk kedua kalinya ini dengan antusias. Berbeda dengan pameran karya seni yang mungkin ada di galeri pada umumnya, pameran ini lebih dinamis juga ekspresif dengan melibatkan kurang lebih 75 seniman dari berbagai kota yang ternyata memiliki latar belakang ilmu yang berbeda, dimana tidak semuanya berasal dari jurusan seni. Pameran "Remblong- Tabrak Lari" ini memang mempresentasikan sarang penyamun itu sendiri sebagai kelompok seniman yang bekerja secara kolektif untuk memberikan ruang alternatif bagi seni yang lebih bebas, baik bagi seniman itu sendiri maupun para penikmatnya. Sebagai penikmatnya, aku bisa bilang mereka berhasil menyajikan itu secara baik dalam pameran ini. Pokoknya sukses terus untuk sarang penyamun dengan pameran-pameran keren selanjutnya berikut seluruh seniman yang tergabung didalamnya!
Setelah seru berkeliling pameran di Dago Tea House, aku dan kawan lainnya melanjutkan hari dengan ngopi di daerah Cigadung. Kedai kopinya tergabung dengan studio dan galeri milik Pak Rosid dan hari itu kami beruntung bisa bertemu langsung oleh beliau. Luar biasa inspiratif buatku secara pribadi karena hari itu kami diajak mengunjungi galerinya dan beliau menjelaskan langsung karya juga hal-hal yang memotivasi ia berkarya. Adalah ayahnya seorang petani dari Pangandaran dengan ketulusan serta kerja keras yang menjadi inspirasi utama karyanya. Karya dalam galeri tersebut digambar menggunakan cat dengan media canvas yang luar biasa besar buatku dan detailnya cukup bikin merinding sih. Karya-karya tersebut kebanyakan menceritakan ayah dari Pak Rosid yang dilukis dari foto yang ia ambil sendiri, dengan detail berbeda disetiap lukisannya. Ada yang menggambarkan bagian kakinya, punggungnya, tangannya, mukanya dan lain sebagainya yang menurutku memang sampai sekali emosi yang dibawanya. Tidak heran karya-karya tersebut laku keras saat dipamerkan tahun 2009 lalu. Alasan utama mengapa karya tersebut bisa berhasil menyihir penikmatnya adalah karena pak Rosid melukisnya sebagai bentuk penghormatan beliau terhadap ayahnya secara khusus, juga terhadap petani yang bekerja keras secara umum. Karya ini juga mendorong beliau untuk terus berkarya hingga saat ini. Karya lainnya juga unik dengan media kayu dengan ukuran besar yang digambar menggunakan pensil khusus, jutaan goresan katanya. Jadi memang tidak mengherankan pula apabila karya-karya tersebut dibandrol dengan harga cukup tinggi. Dalam obrolan kami dengan Pak Rosid ada hal yang aku kagumi, mengenai bagaimana ia menjadikan karyanya sebagai media untuk merenung. Bagaimana rasa yang ia olah, disampaikan melalui karyanya untuk dijadikan bahan perenungan seluruh penikmatnya. Sebagai contoh perenungan dari lukisan ayahnya adalah yang menginspirasi aku untuk lebih menghargai orang tuaku yang telah bekerja keras banting tulang untuk anak-anaknya. Pesan dengan makna dari seni yang lebih dalam ini, selanjutnya menjadi bahan obrolan kami saat ngopi setelah mengunjungi studio dan galeri pak Rosid.
Hari itu rasanya aku dibawa melihat seni secara lebih luas lagi, dengan dua sudut pandang sekaligus. Dari sarang penyamun juga tentunya dari Pak Rosid, apapun itu aku sangat berterimakasih pada kawan-kawan yang sudah mengajak pergi kesana di hari Minggu.
Hari ini aku akan berbagi kegembiraan beberapa hari lalu saat bertamasya secara indie ke daerah Utara kota Bandung. Minggu lalu tepatnya tanggal 14 Januari 2018, aku dan kawan-kawan (Ipu, Rama dan Rangga) mengunjungi pameran "Remblong- Tabrak Lari" yang di selenggarakan sarang penyamun (@sarang.penyamun378) di Dago Tea House. Disana kami bertemu kawan-kawan luar biasa dari kelompok sarang penyamun yang ternyata datang dari berbagai daerah, diantaranya ada Trio (@triomuharam) sang kurator kebanggaaan masyarakat dan juga bertemu Uye! (@zikry_uye) dan hari itu juga hutang barter karya "Moving Class" Uye aku lunasi. Pada postingan sebelumnya aku cuma bisa menukarkan karya Uye dengan kartu nama, tapi minggu lalu sudah dilunasi dengan si Clara kuda pink berambut kuning yang aku gambar di kain. Setelah mengobrol cukup lama barulah aku tau kalau ternyata sarang penyamun ini basednya di Cimahi juga dan cukup senang sih dengarnya, karena ternyata banyak juga talenta luar biasa di Cimahi. Setelah itu, kami lanjut berkeliling pameran tahunan penyamun yang diselenggarakan untuk kedua kalinya ini dengan antusias. Berbeda dengan pameran karya seni yang mungkin ada di galeri pada umumnya, pameran ini lebih dinamis juga ekspresif dengan melibatkan kurang lebih 75 seniman dari berbagai kota yang ternyata memiliki latar belakang ilmu yang berbeda, dimana tidak semuanya berasal dari jurusan seni. Pameran "Remblong- Tabrak Lari" ini memang mempresentasikan sarang penyamun itu sendiri sebagai kelompok seniman yang bekerja secara kolektif untuk memberikan ruang alternatif bagi seni yang lebih bebas, baik bagi seniman itu sendiri maupun para penikmatnya. Sebagai penikmatnya, aku bisa bilang mereka berhasil menyajikan itu secara baik dalam pameran ini. Pokoknya sukses terus untuk sarang penyamun dengan pameran-pameran keren selanjutnya berikut seluruh seniman yang tergabung didalamnya!
![]() |
Aku dan Ipu barter sepatu di Pameran |
![]() |
Aku difoto oleh Ipu |
![]() |
Si Cokelat Bersaudara |
Setelah seru berkeliling pameran di Dago Tea House, aku dan kawan lainnya melanjutkan hari dengan ngopi di daerah Cigadung. Kedai kopinya tergabung dengan studio dan galeri milik Pak Rosid dan hari itu kami beruntung bisa bertemu langsung oleh beliau. Luar biasa inspiratif buatku secara pribadi karena hari itu kami diajak mengunjungi galerinya dan beliau menjelaskan langsung karya juga hal-hal yang memotivasi ia berkarya. Adalah ayahnya seorang petani dari Pangandaran dengan ketulusan serta kerja keras yang menjadi inspirasi utama karyanya. Karya dalam galeri tersebut digambar menggunakan cat dengan media canvas yang luar biasa besar buatku dan detailnya cukup bikin merinding sih. Karya-karya tersebut kebanyakan menceritakan ayah dari Pak Rosid yang dilukis dari foto yang ia ambil sendiri, dengan detail berbeda disetiap lukisannya. Ada yang menggambarkan bagian kakinya, punggungnya, tangannya, mukanya dan lain sebagainya yang menurutku memang sampai sekali emosi yang dibawanya. Tidak heran karya-karya tersebut laku keras saat dipamerkan tahun 2009 lalu. Alasan utama mengapa karya tersebut bisa berhasil menyihir penikmatnya adalah karena pak Rosid melukisnya sebagai bentuk penghormatan beliau terhadap ayahnya secara khusus, juga terhadap petani yang bekerja keras secara umum. Karya ini juga mendorong beliau untuk terus berkarya hingga saat ini. Karya lainnya juga unik dengan media kayu dengan ukuran besar yang digambar menggunakan pensil khusus, jutaan goresan katanya. Jadi memang tidak mengherankan pula apabila karya-karya tersebut dibandrol dengan harga cukup tinggi. Dalam obrolan kami dengan Pak Rosid ada hal yang aku kagumi, mengenai bagaimana ia menjadikan karyanya sebagai media untuk merenung. Bagaimana rasa yang ia olah, disampaikan melalui karyanya untuk dijadikan bahan perenungan seluruh penikmatnya. Sebagai contoh perenungan dari lukisan ayahnya adalah yang menginspirasi aku untuk lebih menghargai orang tuaku yang telah bekerja keras banting tulang untuk anak-anaknya. Pesan dengan makna dari seni yang lebih dalam ini, selanjutnya menjadi bahan obrolan kami saat ngopi setelah mengunjungi studio dan galeri pak Rosid.
![]() |
Gerbang masuk studio Pak Rosid |
![]() |
Ipu, Pak Rosid, dank karya-karya Pak Rosid |
![]() |
Pak Rosid dalam buku seni Indonesia |
![]() |
Salah satu sudut area ngopi karya Pak Rosid |
Hari itu rasanya aku dibawa melihat seni secara lebih luas lagi, dengan dua sudut pandang sekaligus. Dari sarang penyamun juga tentunya dari Pak Rosid, apapun itu aku sangat berterimakasih pada kawan-kawan yang sudah mengajak pergi kesana di hari Minggu.
Comments
Post a Comment