Berdaya atau Diperdaya

Hai! Setelah beberapa minggu akhirnya berkesempatan untuk menulis kembali.

Dalam posting kali ini aku ingin membahas tentang diskusi bersama kawan-kawan perempuanku yang sebenernya cukup untuk membuat aku termotivasi untuk jadi perempuan yang lebih baik lagi. Perkuliahan sudah dimulai seperti biasa, kami bertemu dan berbagi cerita. Banyak hal yang dibahas karena memang sudah lama juga tidak bertemu selama libur semesteran. Seperti biasa, topik percintaan dan kasih mengasihi selalu jadi topik menarik untuk dibahas dalam obrolan para perempuan. Awalnya kami bahas tentang gebetan masing-masing, si ganteng, si pintar, si bertanggung jawab, si baik, si tajir melintir, dan seterusnya. Sampai akhirnya bahas pekerjaan setelah lulus kuliah nanti, bahas nanti lakinya kerjanya dimana, dan kita nanti musti gimana. Topik diskusi ini sebenernya sangat umum dan aku yakin kalian juga pernah bahas ini atau setidaknya menyinggung hal ini. Bahasannya makin seru karena ditambah postingan snapgram Rachel Vennya (@rachelvennya) yang intinya membahas tentang kebebasan finansial dia sebagai perempuan. Ada beberapa post yang kak Acel ini upload kayak quotes "tell him I can finance myself" juga post tentang kalau jadi perempuan pas diajak susah jangan ngerepotin dan kalau senang jangan malu-maluin (intinya kurang lebih begitu), sehingga dia nikah pun bukan hanya dengan alasan biar bisa dinafkahi suaminya. Dan sedikit banyak aku setuju tentang hal ini.

Seringkali perempuan dianggap sebagai manusia yang lebih lemah, kurang dipercaya untuk melakukan apapun. Hal ini seringkali merembet juga dalam hal pasang-pasangan, karena kadang perempuan ini kurang didengar karena katanya cuma bisa pake prespektif emosional doang, cuma mutusin segala hal pake perasaan doang. Padahal menurutku sama sekali gak gitu. Sebagai manusia yang sudah punya kesempatan sama untuk belajar, perempuan zaman sekarang sebenernya sudah jauh lebih berkembang, lebih matang untuk berpikir secara rasional walaupun pastilah tetap ada sisi emosionalnya. Bahkan banyak dari perempuan ini, sekarang sudah lebih mandiri.

Hari itu, kawanku bercerita tentang pacarnya yang sedang melanjutkan kuliah diluar kota ternyata berprestasi disana. Yang satu lainnya mantannya yang sudah lulus, sekarang berhasil masuk dalam perusahaan bergengsi. Yang lainnya cerita pacarnya dapat beasiswa bergensi dan hendak magang di perusahaan gede juga. Yang lain bahkan gebetannya sudah punya bisnis sendiri. Selera cowok mereka keren juga kupikir. Kami ini sama seperti perempuan pada umumnya, kalau ada kabar pasangannya sukses atau berkembang begitu pasti ada rasa minder. Tapi entah kenapa sekarang vibes mindernya jauh lebih positif, karena ternyata kita semua sama-sama setuju kalau kita juga bisa sekeren doi-doi terkasih. Bukan masalah kompetisi untuk mengalahkan pasangan (atau gebetan), tapi lebih pada pembuktian kalau kami ini adalah partner yang sepadan. Partner yang bisa mandiri, bukan yang selalu harus disuapi. Banyak sebenarnya yang kami lakukan untuk berkembang, ada yang memulai bisnisnya, ada yang bertekad untuk lebih rajin belajar, ada yang sudah set goals untuk wujudin mimpi, mengasah lebih banyak bakat, melatih skill memasak, lebih rajin olahraga, memperdalam agama, banyak, sekali. Kalau aja cowok terkasih tersebut tahu tentang ini, mereka mungkin bisa lebih menghargai usaha-usaha si-kami. Sekali lagi ini bukan untuk membuatmu tersanjung, sayang. Ini adalah salah satu bentuk usaha yang memacu kami untuk lebih berkembang. Sebagai pembuktian (setidaknya) pada diri sendiri bahwa kami juga mampu melakukan banyak hal.

Prinsip ini kurang lebih sama dengan isi dari buku yang sempat kubaca beberapa bulan lalu "Why Men Marry Bitches" berisi tentang wejangan untuk perempuan supaya lebih berdaya. Dalam buku itu diceritakan bahwa perempuan yang dipehitungkan untuk dinikahi ternyata adalah perempuan yang lebih berdaya. Perempuan yang mampu untuk mengatasi banyak hal, memiliki prinsip, sikap, juga karir yang baik. Dikatakan pula bahwa perempuan yang berdaya adalah aset, seseorang yang dapat diandalkan, dipercaya, dan tidak bisa dengan mudah diperdaya hanya dengan harta ataupun tahta. Ini tentu saja penting bagi perempuan masa kini, karena sudah bukan zamannya lagi untuk selalu menuntut hak dikasihi, dimanja, atau disenangi saja. Menurutku, dengan selalu menuntut hak-hak kita (sebagai perempuan) itulah yang membuat kita malah makin tidak berdaya. Padahal kenyatanya, kita bisa lebih dari sekedar minta ini itu dan justru sudah bisa bikin ini bikin itu. Dalam hal ini kalau memang mampu menjadi lebih keren, buktikan saja tanpa perlu banyak menuntut.

Mungkin ini terdengar seperti feminis atau apapun itu, tapi nyatanya sama sekali tidak begitu. Aku gak pernah nuntut aku pribadi atau bahkan perempuan lainnya itu harus setara dengan lakinya dalam konteks berdaya atau diperdaya ini. Karena memang semua hal punya porsi dan kapasitasnya masing-masing, dan menyetarakannya bukanlah suatu yang bijak buatku.

Sekarang kamu bisa pilih, merengek untuk mendapatkan sesuatu dan terlihat bodoh. Atau turut mendisplinkan diri, bekerja keras seperti kawan-kawan perempuanku ini, dan membuktikan kamu juga mampu? Tidak ada yang salah, ini cuman pilihan hidup saja. Untuk jadi perempuan berdaya atau jadi perempuan yang hanya selalu diperdaya.

Selamat malam, semoga bermanfaat!

Comments

Post a Comment

Popular Posts